Minggu, 28 Februari 2016

Eceng Gondok: Dari Gulma Menjadi Pupuk


Gulma Eceng gondok menjadi masalah besar di Danau Tondano Sulawesi Utara Gulma Eceng Gondok ( eichhornia crassipes )adalah salah satu tumbuhan air mengapung, selain dikenal dengan nama eceng gondok, juga di kenal dengan nama Kelipuk ( Palembang ), di Lampung di sebut Ringgak, di daerah Kalimantan tepatnya suku Dayak di kenal dengan nama ilung-ilung, di Manado di sebut Tumpe. 

Eceng gondok ditemukan secara tidak sengaja oleh ilmuwan bernama Carl Fredrich Phillip Von Martius seorang botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824, ketika sedang ekspedisi di sungai Amazon  Brasil,  eceng gondok mempunyai kecepatan tumbuh yang luar biasa, sehingga dianggap sebagai gulma yang bisa merusak ekosistem perairan, terbukti saat ini hampir semua danau di Indonesia bermasalah dengan tumbuhan ini. 

Gulma eceng gondok banyak di manfaatkan sebagai bahan pembuat kerajinan tangan sampai meubel, di manfaatkan hanya batangnya saja, bagian akar dan daunnya di buang saja, menjadi limbah yang bila tidak diolah akan menjadi masalah lingkungan. 

Tahun 2006 saya memberikan tantangan kepada Gubernur Gorontalo untuk mengatasi masalah eceng gondok di Danau Limboto yang sudah mengganggu aktifitas petani ikan jaring apung, dimana populasinya sudah mengkhawatirkan, sehingga selalu jadi “komoditi politik” setiap akan pemilu, dimanfaatkan caleg yang mengangkat isu eceng gondok untuk meningkatkan popularitasnya, nyatanya engga ada perubahan berarti, karena baru sebatas wacana. 

Sebagai innovator saya mencoba mencari SOLUSI mengatasi masalah tanpa masalah ( seperti slogan pegadaian he he he ),  idenya adalah membuat pupuk hijau dari eceng gondok, dimana masyarakat pesisir danau yang umumnya berprofesi sebagai petani ikan, akan saya ajak untuk menjadi produsen pupuk hijaunya dan petani sebagai marketnya. 

Gulma eceng gondok dikumpulkan dan diangkut dari tengah Danau Limboto, menjadikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pesisir Danau Limboto. Sekali angkut bisa dapat 300 kg  gulma eceng gondok   Saya mengajak petani seputar Danau Limboto untuk mengumpulkan eceng gondok menggunakan perahu, lalu di timbang dan di beli dengan harga Rp 25.000 / ton, ( dua puluh lima ribu Rupiah ) dimana saat itu upah tani harian hanya Rp 20.000,- ( dua puluh ribu Rupiah ) / hari, saking banyaknya satu hari mereka bisa kumpulkan 2 ton kalau mereka rajin, jika malas 1 ton sudah cukup buat mereka.   

Mahasiswa UNG diajak untuk ikut serta membuat pupuk hijau. Inovasi bioteknologi + gula pasir = Bioaktivator di semprot merata pada tumpukan gulma eceng gondok. Gulma eceng gondok saya cooper, atau cincang, lalu di tumpuk setinggi 10 cm, lalu di taburi kapur dan limbah kotoran ayam dan di siram dengan campuran bioteknologi  di semprot secara merata, lalu dilakukan penumpukan dan diulang terus sampai menjadi gunungan, dan setelah 3 bulan menjadi pupuk hijau siap dipakai. 

Semua kegiatan saya lakukan bersama petani dan mahasiswa dari Universitas Negeri Gorontalo, tujuan nya untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman membuat pupuk hijau dari eceng gondok. Gulma eceng gondok dikumpulkan ,lalu di timbang dan langsung di cincang memakai mesin cincang, lalu ditumpuk jadi gunungan sambil di campur dengan kapur dan pupuk kandang, tujuan nya agar pupuk hijaunya menjadi pupuk lengkap yang sudah siap pakai, dan bisa mengurangi ketergantungan dari penggunaan pupuk kimia.   

Semua proses pembuatan pupuk hijau saya jelaskan secara mendetail, dan Gubernur Gorontalo Bapak Fadel Muhammad dan rombongan menyimak dengan serius. Pupuk hijau dibuat dengan cara berbeda dalam hal proses fermentasi memakai para-para dari bambu, untuk mempercepat proses dekomposisi pupuk hijau. 
Gulma eceng gondok di hancurkan dengan mesin pembuat kompos 

Hasil nya setelah di cincang siap di proses menjadi pupuk hijau. 

Kapur di tabur secara merata dilapisan setelah hasil cincangan gulma eceng gondok     

Di siram dengan cairan bioaktivator yang terbuat dari Inovasi Bioteknologi + gula pasir + air. 

Model fermentasi para-para, bambu di tengah sebagai cerobong hawa, supaya temperature media pupuk hijau tidak terlalu panas.   

Hasil cincangan Eceng gondok dalam tahapan proses dekomposisi Pupuk hijau sudah siap di pakai pada tanaman jagung. 

Aplikasi pupuk hijau pada tanaman jagung, sebagai penutup lubang tanam setelah benih jagung di tanam. 

Hasilnya tanaman jagung tumbuh subur dan berhasil mendapatkan panen 14,7 ton / hektar pipilan kering di kadar air 25%.   

Ditahun 2011 saya juga membantu membersihkan Danau Tondano dari Eceng gondok, dibuat pupuk hijau yang dipakai untuk menanam tanaman jagung manis, tanaman sayuran, tanam padi dan tanaman di polybag. 

Eceng gondok di kumpulkan secara manual 

Dikumpulkan dengan alat berat dari sungai Tondano 

Di cincang dengan alat cincang modifikasi yang bisa di pindah-pindahkan 

Hasil cincangan dimasukan ke dalam karung lalu di angkut ke tempat pembuatan pupuk hijau 

Pengerjaan pembersihan gulma eceng gondok dilakukan bersama PNS Kabupaten Minahasa, sehingga dalam waktu 1 bulan populasi eceng gondok berkurang sampai 60%, dan gulma eceng gondok dijadikan pupuk hijau yang bermanfaat bagi pertanian di sekitar Danau Tondano. 

Proses dekomposisi di mulai di sini 

Di siram bioaktivator untuk mempercepat proses dekomposting   

Danau Tondano setelah dibersihkan dari Gulma Eceng gondok. 

Sebagai innovator, Saya sangat senang melihat dan membaca di televisi sudah banyak inovasi pembuatan dan pemanfaatan eceng gondok, di Jawa Timur di manfaatkan sebagai sumber energi biogas, lalu di buat pupuk untuk pemeliharaan ikan bandeng, dipakai untuk menggantikan pupuk kimia dengan hasil ikan bandeng yang tumbuh lebih cepat dan dagingnya lebih enak, dan banyak lagi inovasi-inovasi yang lahir dari masyarakat baik dari mahasiswa maupun praktisi pertanian, semua dengan satu tujuan, menjadikan masalah adalah  berkat  dan tentunya dengan inovasi untuk kemajuan pertanian ramah lingkungan di Indonesia. Inovasi membuat yang tidak mungkin menjadi mungkin

David Bekam 

/davebekam


Selengkapnya:http://www.kompasiana.com/davebekam/dulu-masalah-sekarang-menjadi-berkat_560d26fe739773f3085878fd

2 komentar: